DR INDRA CAHYONO : VIRUS CORONA SIFATNYA SELF LIMITED DESEASE, TAK SELAMANYA MEMBAWA KEMATIAN

DATA INFORMASI KLARIFIKASI
JENIS KLARIFIKASI
KESEHATAN - CORONA
LOKASI INFORMASI
NASIONAL - NASIONAL
JENIS INFORMASI
HOAKS - MISLEADING CONTENT
KANAL ADUAN
WHATSAPP
BUKTI ADUAN
TEXT
PETUGAS CEK FAKTA
DILIHAT
250 KALI

Rabu, 24 Juni 2020

COVID-19 TIDAK BAHAYA DAN TIDAK MEMATIKAN


[MISLEADING CONTENT]


Berdasarkan aduan yang masuk ke Tim Jabar Saber Hoaks. Beredar di whatsapp sebuah narasi yang menceritakan jika Covid-19 tidak bahaya dan tidak sebabkan kematian. Narasi "virus Corona tidak membunuh" berasal dari pernyataan Indro Cahyono dalam wawancara dengan Jawa Pos, terutama pada bagian akhir segmen, mulai menit 7:18. Pernyataan itu dilontarkan Indro untuk menjawab presenter yang bertanya mengenai prediksi darinya soal kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.


[CEK FAKTA]


Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, wawancara Jawa Pos TV dengan Mohammad Indro Cahyono dilakukan pada 7 April 2020. Jawa Pos TV memberikan keterangan bahwa Indro adalah seorang ahli virus atau virolog. Namun, dalam video itu, tidak dijelaskan bahwa Indro sebenarnya merupakan dokter hewan.


Indro adalah lulusan Universitas Gajah Mada. Sejak 2006, ia bekerja di Badan Penelitian Veteriner (Balitvet), sebuah unit yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian Pertanian. Di Balitvet, Indro bertugas sebagai peneliti di Laboratorium Virologi. Pada 2018, Indro keluar dari Balitvet dan menjadi peneliti di kantor swasta.


Dilihat dari latar belakang tersebut, Indro sebenarnya adalah ahli kesehatan atau ahli virus pada hewan, bukan ahli virus pada manusia. Ia juga tidak terlibat dalam penanganan klinis pasien yang terinfeksi Covid-19. Dengan alasan ini, Tempo perlu memeriksa klaim Indro dalam wawancaranya dengan Jawa Pos TV di atas.


Untuk memverifikasi klaim Indro itu, Tempo mewawancarai ahli epidemiologi Universitas Padjajaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, dan dokter spesialis paru sekaligus juru bicara Tim Penanganan Covid-19 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan. Tempo juga menggunakan data-data dari pemberitaan terkait.


Saat dihubungi pada 22 Mei 2020, Panji mengatakan bahwa pernyataan Indro itu bertolak belakang dengan fakta yang ada. SARS-CoV-2 telah menyebabkan kematian pasien di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kasus kematian tidak hanya menimpa pasien di kelompok usia tua, melainkan juga di kelompok usia lainnya. "Faktanya, sudah banyak kematian di mana-mana, tingkat kematian sudah cukup tinggi," kata Panji.


Orang berusia tua dan yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas, kata Panji, memang menjadi kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Akan tetapi, mereka yang berusia lebih muda dan tanpa penyakit penyerta juga punya risiko untuk terinfeksi. Kelompok ini, meski tanpa gejala, juga berisiko menularkan kepada sesama.


Menurut Panji, virus Corona memang memiliki banyak jenis, yang mana beberapa di antaranya menyebabkan flu biasa. Namun, beberapa jenis virus Corona juga menyebabkan kematian, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS), pun SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. “SARS-CoV-2 ini adalah jenis virus Corona baru, bukan virus Corona yang menyebabkan flu biasa,” katanya.


Panji juga menyatakan bahwa pandemi Covid-19 tidak mungkin selesai dalam waktu 2-3 minggu. Merujuk kasus pertama yang dilaporkan di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, infeksi Covid-19 masih terus terjadi sampai hari ini. Itu berarti pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung hampir tiga bulan.


Erlina menjelaskan hal serupa. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kematian dengan risiko terbesar pada orang tua dan yang memiliki penyakit penyerta. Meskipun begitu, sekitar 15-20 persen pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa terinfeksi SARS-CoV-2.


Menurut Erlina, mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa terinfeksi saat imunitasnya turun, sebagai dampak dari stres atau kurang istirahat. Saat SARS-CoV-2 menginfeksi dan terjadi replikasi virus yang cukup besar pada organ tubuh, hal ini dapat memicu badai sitokin. “Ini yang bisa merusak sistem organ lain dan bisa menyebabkan kematian,” kata Erlina.


[REFERENSI]


https://bit.ly/3eci97O


https://bit.ly/38Genmf