Si Ahli Tukang Bangunan

Dilihat: 497 kali
Jum'at, 09 Oktober 2020

Si Ahli Tukang Bangunan


Duduk di bangku  warung kopi, sambil menunggu kereta tiba, menguping obrolan para pekerja kuli bangunan tak bisa kuhindar.

Seolah mereka tengah me review apa yang telah mereka lakukan di hari kemarin. Seakan-akan mereka sedang mengevaluasi apa yang telah dialami di hari sebelumnya, seraya tengah mengancang-persiapkan untuk hari ini. Lewat obrolan santai mengisi waktu disela menunggu.

Boleh jadi mereka ini tidak bersekolah, tidak mengenal teori soal ukuran tinggi sebuah tembok gedung di atas meja dihadapan meja dan papan tulis.

Mereka tidak berkesempatan mengenyam bangku pendidikan dimana seabreg buku diperpustakaan sebagai gudang informasi dapat dijadikan sebagai bekal pengetahuan.

Barangkali, mereka pun tidak mengalami situasi di dalam kelas yang berhadapan dengan guru, yang menerangkan soal berapa besar perbandingan takaran antara semen dan pasir untuk dinding gedung, untuk coran, atau untuk memasang pondasi, atau pasang bata.

Namun, si Tukang Bangunan itu begitu cakap mencurahkan obrolannya soal ketidak-presisian sebuah dinding lewat keluhan lantaran keterbatasan material bangunan.

Mereka-yang tak bersekolah itu, begitu asyik mengobrol soal hari kemarin yang menegur (dengan tertawa) para anak buahnya -yang nota bene lulusan sekolah bangunan, keliru mengukur panjang kali lebar sebuah ruang.

Si Tukang itu menggerutu komplain soal gambar yang dipaksakan dan tidak sesuai ukuran tanah yang sebenarnya. Si Tukang itu mengeluarkan unek-uneknya solah detail gambar kemiringan sebuah atap yang tidak pas dengan kondisi eksistingnya.

Si Tukang  tak mengenyam bangku sekolah, hanya bermodalkan pengalaman dari satu musim ke musim pekerjaan-yang sesekali dijeda oleh keadaan menganggur.

Sekolah- baginya - adalah hanya berupa apa yang telah ia alami. Belajar -baginya- adalah hanya tentang apa yang ia kerjakan.

Obrolan warung kopi di pagi hari itu sambil menunggu kereta tiba, adalah bahasa lain dari sebuah evaluasi, ungkapan lain dari masyarakat pekerja kelas upahan rendah tentang siklus berencana-bekerja-dan mengevaluasi (Plan-Do-Check).

Mereka adalah ahli yang tak bersertifikasi. Mereka adalah spesialis yang tak berijasah.

Sekolah barangkali baginya, adalah apa yang ia alami. Belajar adalah hanya tentang apa yang ia hadapi.

Belajar  baginya mungkin bukan soal seragam, buku, papan tulis, dan meja berupa atribut dan etalase. Pendidikan baginya mungkin bukan soal dukungan sarana-prasaran, iuran SPP yang harus dibayarkan di awal bulan.

Belajar-barangkali- baginya adalah soal tentang bagaimana menghadapi sekaligus mengatasi sebuah kekeliruan yang melahirkan nilai dan kesadaran, dalam hal apapun, termasuk dalam kuli bangunan. (snd-jsh)

Bandung, 9 Januari 2020